Cerpen "Renaldi"
RENALDI
Hari
pertama masuk SMA, Rena sekilas melihat seorang cowok duduk di bangku paling
depan. Ada sesuatu yang menarik dengan cowok itu, Andre, di benak Rena. Entah
mengapa itu muncul tiba-tiba. Ada sesuatu yang berbeda. Lama-kelamaan Rena
mengagumi Andre. Ia mengagumi mulai dari cara bergaul dengan teman dan sikapnya
dengan perempuan. Mereka berdua mulai akrab. Hari-harinya telah dilalui.
Tak
ada seorang pun yang mengetahui jika Rena menyukai Andre. Tapi lama-kelamaan teman sekelas
mereka tahu. Di sini ada satu hal yang diharapkan Rena. Andre tak menyukai
sikap teman-temannya. Semakin bertambah hari banyak yang mengejek “Rena-Andre,
Andre-Rena”. Andre semakin menjauh dari Rena. Setiap kali ada hal tentang Rena, Andre tak menyukai dan malah menjauh.
Suatu
ketika, Aldi, cowok hits di sekolahnya menulis “Rena-Andre” di buku Rena dan
Andre. Tak hanya itu, ia juga menulis nama “Rena” di pakaian OSIS Andre dengan
spidol ketika ia sedang olahraga. Andre tak tahu siapa yang menulis di
pakaiannya itu.
Rena
melihat namanya ada pakaian OSIS Andre. Ia menduga Aldi yang menulis karena tak
ada orang sejail itu di kelasnya. Dari situ, justru Rena lah yang merasa
bersalah dengan Andre. Semenjak itu Rena menyadari, ia merasa Andre semakin
terbebani semenjak Rena hadir di kehidupan Andre.
Mereka bedua
semakin renggang.
Rena mulai tak
menyukai Aldi.
Sebulan
berlalu. Bel istirahat berbunyi. Rena mengambil uang saku di tasnya. Ada hal
yang aneh. Dalam tasnya ada amplop pink. Rena curiga. Kedua mata Rena
memandangi semua yang ada di kelas, agar tak ada yang mengetahui. Rena menarik
Nisa untuk diajak ke kamar mandi. Dibukalah amplop tadi.
Rena
ragu membuka amplop itu. Ia malu dengan Nisa sekaligus bimbang. “Nis…” bisik
Rena dengan amplop yang masih digenggamannya. “Buka aja Ren nggak usah
malu-malu. Di sini nggak ada siapa-siapa.”,
bujuk Nisa. Rena terdiam dan menunduk. Perlahan ia membuka amplop itu. Rena tak
menyangka. Itu semua tak terduga. Amplop pink berisi kertas merah marun
bergambar bunga mawar. Barisan kata-kata kiasan, membentuk
kalimat bermakna. Bait demi bait usai dibaca, diterkanya makna di dalamnya.
Sebuah puisi cinta dari seseorang yang dikagumiya, Andre.
Rena
memberikan senyum pada Nisa. “Gimana Ren?”,
Nisa memulai pembicaraan. “Mmm, hhhh”, Rena menarik
napas dalam-dalam. Ia tak percaya dengan apa yang telah dibacanya. “Sesuatu
yang mustahil terjadi” gumamnya.
“Semua itu
mungkin saja Ren”, jawab Nisa.
“Nis, aku nggak
percaya dengan surat ini. Mungkin ini yang nulis orang lain.”
“Ini nyata Rena,
surat itu ada di genggamanmu.”
“Kalo boleh
cerita ya Nis, dulu aku pernah SMS dia. Tapi dia nggak pernah bales padahal
tentang tugas sekolah Nis. Tapi di surat ini dia malah meminta jawaban dariku lewat
SMS. Dia menunggu balasanku.”
“Iya Ren, itu
dulu. Tulisan yang ada di genggamanmu itulah dia yang sekarang. Dia yang tulus
mencintaimu.”
“Enggak Nis, aku
tetap nggak percaya.”
Bel masuk
berbunyi. Rena langsung menyelipkan amplop dan surat itu di sakunya. Dia
khawatir jika ada orang lain yang mengetahuinya karena itu adalah surat cinta
pertama yang pernah ia terima.
Surat itu terus
berada di pikiran Rena. Ada satu hal yang Rena curigai. Tulisan. Rena curiga
jika surat itu adalah tulisan Aldi.
Sepulang sekolah,
Rena menghadang Aldi di parkiran sepeda.
“Al, apa maksud
surai itu?”
“Surat apa Ren?”
Aldi pura-pura tidak tahu.
“Surat tadi,
jangan pura-pura nggak tahu deh Al.”
“Surat apa sih,
kapan aku nulis surat Ren?”
Rena lalu
meninggalkan Aldi.
Sesampainya Rena
di rumah. Ia langsung menyobek-nyobek surat itu menjadi bagian yang
kecil-kecil, lalu dibuangnya di beberapa tempat. Ada yang di tempat. Ada yang
di tempat sampah, halaman belakang rumah. selokan, sampai-sampai kandang ayam
milik ayahnya.
Hari berikutnya.
Pelajaran kosong. Semua asyik dengan kegiatannya masing-masing. Rena sedang
asyik mengobrol dengan Mira.
“Mir, aku boleh
tanya? Tapi aku malu.”
“Hmm. Biasa aja
kali, Ren, cerita aja.”
“Nah, kan kemarin
aku ada yang ngasih surat, kamu tau nggak yang nulis siapa ? Aldi bukan?”
“Ssstt!”
Tiba-tiba Mira berbicara lirih, “Aku tau kejadian itu, sebenarnya aku nggak
boleh bilang ini ke siapa-siapa, aku bisa dapat ancaman dari Aulia. Tapi tenang
aja.”
Rena hanya
memandangi Mira dengan penuh rasa penasaran.
“Kemarin, aku tau
Aldi dibelakangmu, ia menulis sesuatu, tapi aku kurang tahu. Terus aku diminta
Aulia supaya tidak bilang siapa-siapa. Sebelumnya aku juga tahu, yang beli amplop + surat
adalah Resti.”
“Astaghfirullah!
Oke Mir, makasih infonya.” Rena meninggalkan Mira. Rena merasa tertekan, geng
yang berada dikelasnya bersekongkol. Mereka membuat suatu perencanaan agar Rena
dan Andre pacaran. Rena tak menyukai hal ini. Meskipun Rena kagum pada Andre, namun keinginan Rena hanya satu. Andre
menjadi teman akrabnya, teman dekatnya, sahabat. Bukan hal lain.
Semakin lama
banyak teman Rena yang tau. Ia semakin dibully. Andre pun semakin menjauhi
apapun yang ada hubungannya dengan Rena.
Dua bulan
kemudian,
Rabu, 29 Januari
2016.
Pelajaran
Prakarya dimulai. Banyak tugas dan PR, tapi Rena sudah mengerjakan tentunya.
Hanya sedikit pertanyaan yang belum dimengerti. Lalu ia tanyakan pada Bu Aini.
Hari itu, teman sebangku Rena sedang sakit,
jadi
Rena sendiri. Meskipun begitu ada teman
cowok yang duduk disampingnya, Aldi. Rena merasa nyaman berada disampingnya,
tapi masih ada rasa benci sejak kejadian 2 bulan lalu. Aldi yang duduk
disampingnya meminta jawaban tugas Prakarya. Tapi Rena tidak memberikannya.
Tetapi entah mengapa saat dengan Aldi ada hal yang berbeda, karena jurus gombal
Aldi yang begitu manjur, akhirnya Rena memberikan jawabannya.
30 menit berlalu,
tangan Aldi masih sibuk menyalin jawaban Rena, tiba-tiba Bu Aini berada
disamping Aldi dan bertanya, “Apa yang kamu lakukan Aldi?”
“Saya sedang
itu…eh apa ya. Saya…” jawab Aldi gugup.
“Kamu menyontek
pekerjaan Rena ya?!” Bentak Bu Aini.
Aldi hanya
terdiam dan menunduk.
“Ayo kembalikan
buku Rena!” perintah Bu Aini.
“I…iya, Bu.”
jawab Aldi sambil mengembalikan buku Rena dengan rasa malu. Aldi pindah ke
tempat duduknya semula.
“Anak-anak, Ibu
akan ke kantor dulu, kerjakan tugas itu. Jangan rame” perintah Bu Aini sambil
berjalan ke kantor karena ada tamu yang ingin bertemu beliau. Semua murid
tenang. Rena fokus mengerjakan tugas yang diberikan. Tiba-tiba Aldi mengambil
buku Rena untuk dicontek kembali. “Aldi, kembalikan buku itu!” teriak Rena.
Kelas menjadi gaduh, Aldi dan Rena menjadi pusat perhatian.
“Pinjem sebentar
Rena.” rayu Aldi.
“Aldi, cepat
kembalikan!” Aldi tak menghiraukan, ia fokus menulis. Bu Aini yang tak kujung
kembali membuat kelas semakin gaduh.
“Cieee ciee,
Rena-Aldi. Eheem.” seru beberapa teman kelas mereka.
“Hey, kalian ini
apaan, bantu aku!”
Rena berusaha
merebut bukunya dari tangan Aldi, tapi Rena tak bisa. Mereka berdua sampai
kejar-kejaran di kelas. Riki, sang fotografer seklah memfoto aksi mereka
berdua.
Beberapa menit
kemudian, mereka berhenti berkejaran. Di belakang kelas mereka saling
berhadapan. Tak ada yang mengetahui. Teman-teman mereka sibuk dengan
kegiatannya masing-masing.
“Al, mana bukuku.”
tanya Rena dengan nafas yang tak beraturan. Aldi terus memandangi Rena yang
berada dihadapannya. Lima menit kemudian Aldi meminta Rena duduk. Setelah
duduk, tak ada obrolan di antar mereka berdua. Aldi hanya memandangi Rena dalam
diam.
“Ren, maafkan aku
selama ini. Gara-gara aku, kamu semakin jauh dengan Andre. Semua ini salahku.
Terserah kamu mau anggap aku apa. Meskipun aku begitu, entah mengapa setiap
kali aku denganmu ada sesuatu yang aku juga tak mengerti. Sekarang aku tahu aku
mencintaimu dalam diam.” Aldi meninggalkan Rena. Ia meletakkan buku Rena di
bangkunya.
Dua minggu
kemudian. Aldi pindah ke Surabaya karena ikut orang tuanya. Aldi tak sempat
pamitan dengan teman-temannya, begitu juga dengan Rena. Aldi pergi begitu saja.
Aldi, seseorang
yang selalu menyelimuti benak Rena semenjak kejadian itu. Seseorang yang aneh.
Janggal. “Dua minggu lalu adalah kejadian yang janggal.”, gumam Rena.
Tak ada
kelanjutan dari mereka berdua. Tak ada komunikasi sama sekali. Tak ada ucapan
selamat tinggal atau apa. Hanya kenangan yang tersisa di antara mereka berdua.
0 komentar