Cerpen "Renaldi"

by - November 25, 2016

RENALDI
Hari pertama masuk SMA, Rena sekilas melihat seorang cowok duduk di bangku paling depan. Ada sesuatu yang menarik dengan cowok itu, Andre, di benak Rena. Entah mengapa itu muncul tiba-tiba. Ada sesuatu yang berbeda. Lama-kelamaan Rena mengagumi Andre. Ia mengagumi mulai dari cara bergaul dengan teman dan sikapnya dengan perempuan. Mereka berdua mulai akrab. Hari-harinya telah dilalui.
Tak ada seorang pun yang mengetahui jika Rena menyukai Andre. Tapi lama-kelamaan teman sekelas mereka tahu. Di sini ada satu hal yang diharapkan Rena. Andre tak menyukai sikap teman-temannya. Semakin bertambah hari banyak yang mengejek “Rena-Andre, Andre-Rena”. Andre semakin menjauh dari Rena. Setiap kali ada hal tentang Rena,  Andre tak menyukai dan  malah menjauh.
Suatu ketika, Aldi, cowok hits di sekolahnya menulis “Rena-Andre” di buku Rena dan Andre. Tak hanya itu, ia juga menulis nama “Rena” di pakaian OSIS Andre dengan spidol ketika ia sedang olahraga. Andre tak tahu siapa yang menulis di pakaiannya itu.
Rena melihat namanya ada pakaian OSIS Andre. Ia menduga Aldi yang menulis karena tak ada orang sejail itu di kelasnya. Dari situ, justru Rena lah yang merasa bersalah dengan Andre. Semenjak itu Rena menyadari, ia merasa Andre semakin terbebani semenjak Rena hadir di kehidupan Andre.
Mereka bedua semakin renggang.
Rena mulai tak menyukai Aldi.
Sebulan berlalu. Bel istirahat berbunyi. Rena mengambil uang saku di tasnya. Ada hal yang aneh. Dalam tasnya ada amplop pink. Rena curiga. Kedua mata Rena memandangi semua yang ada di kelas, agar tak ada yang mengetahui. Rena menarik Nisa untuk diajak ke kamar mandi. Dibukalah amplop tadi.
Rena ragu membuka amplop itu. Ia malu dengan Nisa sekaligus bimbang. “Nis…” bisik Rena dengan amplop yang masih digenggamannya. “Buka aja Ren nggak usah malu-malu. Di sini nggak ada siapa-siapa.”, bujuk Nisa. Rena terdiam dan menunduk. Perlahan ia membuka amplop itu. Rena tak menyangka. Itu semua tak terduga. Amplop pink berisi kertas merah marun bergambar bunga mawar. Barisan kata-kata kiasan, membentuk kalimat bermakna. Bait demi bait usai dibaca, diterkanya makna di dalamnya. Sebuah puisi cinta dari seseorang yang dikagumiya, Andre.
Rena memberikan senyum pada Nisa. “Gimana Ren?”, Nisa memulai pembicaraan. “Mmm, hhhh”, Rena menarik napas dalam-dalam. Ia tak percaya dengan apa yang telah dibacanya. “Sesuatu yang mustahil terjadi” gumamnya.
“Semua itu mungkin saja Ren”, jawab Nisa.
“Nis, aku nggak percaya dengan surat ini. Mungkin ini yang nulis orang lain.”
“Ini nyata Rena, surat itu ada di genggamanmu.
“Kalo boleh cerita ya Nis, dulu aku pernah SMS dia. Tapi dia nggak pernah bales padahal tentang tugas sekolah Nis. Tapi di surat ini dia malah meminta jawaban dariku lewat SMS. Dia menunggu balasanku.
“Iya Ren, itu dulu. Tulisan yang ada di genggamanmu itulah dia yang sekarang. Dia yang tulus mencintaimu.”
“Enggak Nis, aku tetap nggak percaya.”
Bel masuk berbunyi. Rena langsung menyelipkan amplop dan surat itu di sakunya. Dia khawatir jika ada orang lain yang mengetahuinya karena itu adalah surat cinta pertama yang pernah ia terima.
Surat itu terus berada di pikiran Rena. Ada satu hal yang Rena curigai. Tulisan. Rena curiga jika surat itu adalah tulisan Aldi.
Sepulang sekolah, Rena menghadang Aldi di parkiran sepeda.
“Al, apa maksud surai itu?”
“Surat apa Ren?” Aldi pura-pura tidak tahu.
“Surat tadi, jangan pura-pura nggak tahu deh Al.”
“Surat apa sih, kapan aku nulis surat Ren?”                                       
Rena lalu meninggalkan Aldi.
Sesampainya Rena di rumah. Ia langsung menyobek-nyobek surat itu menjadi bagian yang kecil-kecil, lalu dibuangnya di beberapa tempat. Ada yang di tempat. Ada yang di tempat sampah, halaman belakang rumah. selokan, sampai-sampai kandang ayam milik ayahnya.
Hari berikutnya. Pelajaran kosong. Semua asyik dengan kegiatannya masing-masing. Rena sedang asyik mengobrol dengan Mira.
“Mir, aku boleh tanya? Tapi aku malu.”
“Hmm. Biasa aja kali, Ren, cerita aja.”
“Nah, kan kemarin aku ada yang ngasih surat, kamu tau nggak yang nulis siapa ? Aldi bukan?”
“Ssstt!” Tiba-tiba Mira berbicara lirih, “Aku tau kejadian itu, sebenarnya aku nggak boleh bilang ini ke siapa-siapa, aku bisa dapat ancaman dari Aulia. Tapi tenang aja.”
Rena hanya memandangi Mira dengan penuh rasa penasaran.
“Kemarin, aku tau Aldi dibelakangmu, ia menulis sesuatu, tapi aku kurang tahu. Terus aku diminta Aulia supaya tidak bilang siapa-siapa. Sebelumnya aku juga tahu,  yang beli amplop + surat adalah Resti.”
“Astaghfirullah! Oke Mir, makasih infonya.” Rena meninggalkan Mira. Rena merasa tertekan, geng yang berada dikelasnya bersekongkol. Mereka membuat suatu perencanaan agar Rena dan Andre pacaran. Rena tak menyukai hal ini. Meskipun Rena kagum pada Andre, namun keinginan Rena hanya satu. Andre menjadi teman akrabnya, teman dekatnya, sahabat. Bukan hal lain.
Semakin lama banyak teman Rena yang tau. Ia semakin dibully. Andre pun semakin menjauhi apapun yang ada hubungannya dengan Rena.
Dua bulan kemudian,
Rabu, 29 Januari 2016.
Pelajaran Prakarya dimulai. Banyak tugas dan PR, tapi Rena sudah mengerjakan tentunya. Hanya sedikit pertanyaan yang belum dimengerti. Lalu ia tanyakan pada Bu Aini. Hari itu, teman sebangku Rena sedang sakit, jadi Rena  sendiri. Meskipun begitu ada teman cowok yang duduk disampingnya, Aldi. Rena merasa nyaman berada disampingnya, tapi masih ada rasa benci sejak kejadian 2 bulan lalu. Aldi yang duduk disampingnya meminta jawaban tugas Prakarya. Tapi Rena tidak memberikannya. Tetapi entah mengapa saat dengan Aldi ada hal yang berbeda, karena jurus gombal Aldi yang begitu manjur, akhirnya Rena memberikan jawabannya.
30 menit berlalu, tangan Aldi masih sibuk menyalin jawaban Rena, tiba-tiba Bu Aini berada disamping Aldi dan bertanya, “Apa yang kamu lakukan Aldi?”
“Saya sedang itu…eh apa ya. Saya…” jawab Aldi gugup.
“Kamu menyontek pekerjaan Rena ya?!” Bentak Bu Aini.
Aldi hanya terdiam dan menunduk.
“Ayo kembalikan buku Rena!” perintah Bu Aini.
“I…iya, Bu.” jawab Aldi sambil mengembalikan buku Rena dengan rasa malu. Aldi pindah ke tempat duduknya semula.
“Anak-anak, Ibu akan ke kantor dulu, kerjakan tugas itu. Jangan rame” perintah Bu Aini sambil berjalan ke kantor karena ada tamu yang ingin bertemu beliau. Semua murid tenang. Rena fokus mengerjakan tugas yang diberikan. Tiba-tiba Aldi mengambil buku Rena untuk dicontek kembali. “Aldi, kembalikan buku itu!” teriak Rena. Kelas menjadi gaduh, Aldi dan Rena menjadi pusat perhatian.
“Pinjem sebentar Rena.” rayu Aldi.
“Aldi, cepat kembalikan!” Aldi tak menghiraukan, ia fokus menulis. Bu Aini yang tak kujung kembali membuat kelas semakin gaduh.
“Cieee ciee, Rena-Aldi. Eheem.” seru beberapa teman kelas mereka.
“Hey, kalian ini apaan, bantu aku!”
Rena berusaha merebut bukunya dari tangan Aldi, tapi Rena tak bisa. Mereka berdua sampai kejar-kejaran di kelas. Riki, sang fotografer seklah memfoto aksi mereka berdua.
Beberapa menit kemudian, mereka berhenti berkejaran. Di belakang kelas mereka saling berhadapan. Tak ada yang mengetahui. Teman-teman mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
“Al, mana bukuku.” tanya Rena dengan nafas yang tak beraturan. Aldi terus memandangi Rena yang berada dihadapannya. Lima menit kemudian Aldi meminta Rena duduk. Setelah duduk, tak ada obrolan di antar mereka berdua. Aldi hanya memandangi Rena dalam diam.
“Ren, maafkan aku selama ini. Gara-gara aku, kamu semakin jauh dengan Andre. Semua ini salahku. Terserah kamu mau anggap aku apa. Meskipun aku begitu, entah mengapa setiap kali aku denganmu ada sesuatu yang aku juga tak mengerti. Sekarang aku tahu aku mencintaimu dalam diam.” Aldi meninggalkan Rena. Ia meletakkan buku Rena di bangkunya.
Dua minggu kemudian. Aldi pindah ke Surabaya karena ikut orang tuanya. Aldi tak sempat pamitan dengan teman-temannya, begitu juga dengan Rena. Aldi pergi begitu saja.
Aldi, seseorang yang selalu menyelimuti benak Rena semenjak kejadian itu. Seseorang yang aneh. Janggal. “Dua minggu lalu adalah kejadian yang janggal.”, gumam Rena.

Tak ada kelanjutan dari mereka berdua. Tak ada komunikasi sama sekali. Tak ada ucapan selamat tinggal atau apa. Hanya kenangan yang tersisa di antara mereka berdua.

You May Also Like

0 komentar