Cepen " Kau Pertemukanku dengan Kasih Tulus"

by - November 27, 2016


Kau Pertemukanku Dengan Kasih Tulus
“Ketika kau ketuk pintu hatiku, tak ada lagi celah untukmu masuk . Sang Dewa Malam membisikiku untuk menggeliat dalam kegelapan sunyi nan sepi. Delimaku, jemari lentikmu senantiasa menari dalam sanubariku menggelitik kedinginan malam. Menunggumu pulang, tak tahu arah tak tahu jalan. Tersesat! Hanya kilau bening hatimu yang akan menuntunmu kembali.” Telapak Suyatmi nampak pucat. Ingin dia merobek surat terakhir itu. Bibirnya yang merah bak buah delima kini membiru. Dinginnya malam menyelimuti kali ini. Suyatmi, gadis berbadan gemuk berisi ini telah kehilangan semangat hidupnya. Dikala ia berpisah dengan kekasihnya, Sumarno.
“Yatmi… Kemari, Nak! Ibu punya sesuatu untukmu.” seru Mak Cik, yang sudah berusia lanjut. Namun Mak Cik adalah satu-satunya orang tulus yang mau merawat Suyatmi. “Iya Mak… Tunggu sebentar.” Duk duk duk, langkah itu terdengar mendekat. Suyatmi yang dalam kesehariannya terbiasa tidak beralas kaki kini sudah berada di samping Maknya. “Ada apa, Mak? Tampaknya Emak senang sekali?” Senyum manis itu menyimpul dari bibir Mak Cik, “Iya Nduk, Mak baru saja mendapat bonus dari Pak Agus, penjualan telur asin Emak laku habis beberapa hari ini. Ini Mak ada sedikit uang saku tambahan untukmu.” Yatmi tersenyum mendengar kabar itu, namun Yatmi tampak ragu “Terimakasih Mak. . . Tapi apa tidak sebaiknya uang itu disimpan Mak saja? Yatmi belum ada kebutuhan yang mendesak, Mak.” Mak Cik membelai lembut rambut Yatmi yang hitam legam. Sama persis seperti almarhumah Ibu Yatmi dulu. Memang, dahulu Ibu Yatmi adalah kembang desa, namun beliau meninggal karena sakit memikirkan Ayah Yatmi yang menghambur-hamburkan uang hanya untuk judi, judi, dan judi. “Ya sudah, Nduk. Uang ini Emak simpan untuk bekal kamu kelak.” Yatmi pun berdiri dan ijin masuk ke kamar.
Ia tak bisa lepas dari bayangan buku kusam itu. Meskipun kusam, buku itu menyimpan sejuta kenangan indah. Kisah cintanya dan Marno. Yatmi mulai membuka lembaran pertama buku itu. Ia mengingat kejadian pertama yang mengenalkannya pada Marno. Walaupun Sekolah Menengah Atas tempat Yatmi menimba ilmu tergolong terpencil, Masa Orientasi Peserta Didik tak luput dari sekolah ini. Perkenalan pertama pada saat masa orientasi itu selalu membayangi setiap jejak mereka. Ya…Mereka yang dulunya anak lugu, kini tak bisa menipu rasa yang ada dalam hati mereka. Cinta, hal yang dulunya tabu,kini menjadi penghias hari yang mereka lalui.
Setelah kenaikan kelas, Yatmi memutuskan untuk keluar sekolah untuk meringankan beban Mak Cik. Kini ia duduk membisu di samping Mak Cik. Membalur telur bebek dengan lumpur yang dicampur serbuk batu bata dan garam itu. Ia membayangkan kalau saja ia masih bersekolah, pastinya ia sedang makan berdua dengan Marno. Namun ia tak menyesali keputusannya, keinginannya untuk membantu Mak Cik nampaknya mulai mendapatkan jalan mulus. Yatmi mulai mendapat banyak pesanan telur asin, banyak keluarga yang menyukai telur asin buatannya. Sedikit demi sedikit ia mengembangkan industri rumah tangganya menjadi lebih besar.
Suyatmi merupakan anak yang menyadari akan pentingnya ilmu pengetahuan. Sembari mengembangkan usahanya dengan Mak Cik, Yatmi juga membeli buku-buku ilmu pengetahuan. Suyatmi ingin membebaskan diri dari keterbelakangan. Perpisahannya dengan Marno merupakan cambuk pedih bagi Yatmi. Ia terus berusaha memperbaiki hidupnya dan Mak Cik. Semangat Suyatmi terus berkobar meskipun usahanya tak selalu mulus, kadang banyak pesanan dan kadang tidak. Usaha rintisan Mak Cik itupun dititipkan ke sekolah tempat Yatmi menimba ilmu dulu.
Suatu hari ketika Yatmi menitipkan telur asin di SMA Yatmi dulu, dipecah lamunnya oleh seorang pria. “Hah Pak Bejo? Wah, sudah lama tidak bertemu ya Pak.” Tanya Yatmi dengan terkejut. “Oalah… Nak Yatmi to, sedang apa di sini?” tanya Pak Bejo “Ini Pak, saya sekarang membantu Mak untuk memasarkan telur asinnya.” “Oh, begitu… Ya sudah Nak Yatmi, Bapak tinggal dulu ya.” Sekilas ada sesosok lelaki tampan yang berjalan berdua dengan seorang wanita. Betapa hancurnya hati Yatmi ketika menyadari lelaki itu adalah kekasihnya dahulu…Marno!
Setapak demi setapak yang dilalui, semakin tidak menentu, seakan lepas engsel itu dari asalnya. Mak Cik yang memperhatikan Yatmi dari kejauhan, sudah bisa menebak apa yang dialami Yatmi siang tadi. “Kenapa Yatmi? Kok kamu lesu sekali?” “Tidak apa-apa Mak, hanya saja tadi Yatmi bertemu Latifah sahabat Yatmi dulu.” “Lho, kok malah sedih?” “Bukan apa-apa kok Mak, mungkin Yatmi hanya lelah. Yatmi ke kamar dulu ya, Mak.” Mak Cik mengangguk kecil menunjukkan masih ada kejanggalan yang dirasakan.
“Teganya kamu Latifah. Kamu sahabatku yang dahulu selalu menemani hariku. Tawa canda kita kau rusak sudah, kau hancurkan dengan sikap khianatmu.” Air mata menetes dari sudut mata sayu Suyatmi. Lembaran buku kusam itu pun nampak merapuh karena air yang merembas padanya. “Apa yang dulu kamu janjikan, menjadi sahabat setiaku. Kini kau rusak janji manismu sendiri tanpa penjelasan berarti. Kau acuh ketika menemuiku siang tadi. Bahkan kalian nampak tidak pernah mengenalku sebelumnya. Memang aku hanyalalah yatim yang tak tamat sekolahnya, namun tak sepantasnya kalian merendahkanku seperti ini.” Semakin deras air mata yang menetes dari mata sabit itu. Yatmi bergegas menuju tempat  wudhu. Dibasuhnya muka manis itu dengan sentuhan lembut. Ia lalu menghadap Sang Khaliq, diadukannya semua kejadian yang telah ia alami. Semacam ada kekuatan gaib. Yatmi menemukan dirinya yang baru, kini Yatmi menjadi dukun beranak. Reputasinya mengalahkan Pak Tunggono, langganan Pak Amrun. Ia menyadari, semakin lemah ia menjalani kehidupan, kehidupanpun semakin tak memiliki belas kasihan padanya. Ini yang ia jadikan pacuan untuk meperbaiki hidupnya.
Tabungan yang ia miliki selama ini, ia gunakan untuk membuka toko kelontong kecil-kecilan. Jiwa wiraswasta yang entah menurun dari siapa seakan ia berjalan dengan pembimbingnya yang tak tampak. Jauh berbeda dengan Yatmi yang dahulunya hanyalah wanita lemah. Yang hanya karena cinta, ia terseok-seok mengaduh kesakitan tanpa seorangpun peduli padanya. Cukup sudah itu menjadi kenangan pahit yang ada dalam perjalanan hidupnya. Kebangkitannya kini membawa pada kebaikan, wanita yang kuat, yang tidak mudah terombang-ambingkan apalagi hanya dengan khianat yang dilakukan Marno dan Latifah.

Waktu berlalu, mengenalkan Yatmi pada Bambang. Lelaki yang tak kalah tampan dengan Marno. Hanya saja kalah mapan mungkin. Bahtera kehidupan baru pun dimulai Yatmi. Menjalin kasih tulus abadi. Dengan Bambang.

Karya : Rico Adi Setyanto

You May Also Like

0 komentar