Cerpen "Arti Sahabat"
Arti
Sahabat
Hari
ini adalah hari pertama dimana Zia masuk sekolah. Ya, Zia adalah siswa baru di
SMA Teressia, salah satu SMA favorit di Semarang. Nama panjangnya adalah Arzia
Zahra Tiara, kerap dipanggil Zia. Cantik, tinggi, putih, berambut panjang
itulah Zia. Zia mempunyai sahabat yang bernama Siska. Mereka sudah menjalin
persahabatan selama tiga tahun. Selama tiga tahun ini persahabatan mereka ayem
tentrem.
Hari
ini adalah jadwal untuk pembekalan mos. Dan parahnya, Zia hampir telat. Ia
berlari sampai - sampai ia menabrak seseorang.
Brukkk..
“Aduh. Maaf kak.” ucap
Zia
“Duh hati – hati dong.”
timpal pria yang menabraknya.
“Ya maaf, kan gak
sengaja. Mau nanya ruang 3 dimana ya Kak?”
“Nanti kamu lurus lalu
belok kanan, dari kiri ruang ke 3.”
“Makasih kak. Sekali
lagi maaf banget.” berlari meninggalkan pria tersebut.
Setelah
sampai di kelas, Siska sudah ada didalam kelas. Zia pun bercerita kepada Siska
bahwa tadi ia tabrakan dengan kakak kelas yang tinggi, ganteng, dan yang pasti
membuat hati Zia berdebar - debar tapi sayangnya, ia judes. Saat mereka
ngobrol, bel tanda masuk berbunyi. Ada dua kakak OSIS yang masuk ke kelas, dan
ternyata salah satunya adalah pria yang ia tabrak, pria tersebut bernama Fandy.
“Pagi dek, acara hari
ini adalah membentuk struktur pengurus kelompok 3. Ada yang mau jadi ketua?”
sapa Fandy.
Namun
tidak ada yang mau jadi ketua, semua tertunduk diam. Fandy melirik ke arah Zia,
Zia menunduk dan berharap Fandy tidak menyuruhnya untuk jadi ketua. Dan
naas, doanya tidak terkabul. Fandy
menunjuk Zia menjadi ketua.
Tapi
jadi ketua juga ada untungnya. Ia jadi sering bertemu dengan Fandy. Memang
wajah Kak Fandy terlihat judes, tapi sikapnya tidak sejudes wajahnya. Apalagi
kalau udah kenal, langsung klepek - klepek dengan sikap manisnya.
Dan
hari ini adalah hari terakhir mos. Zia merasa senang karena akhirnya ia
terbebas dari perintah kakak OSIS, dan entah mengapa Zia juga merasa sedih. Dia
sedih karena nanti jika mos selesai ia tidak bisa berkomunikasi lagi dengan
Fandy. Mos hari terakhir selesai, Zia dan Siska duduk di bangku taman.
“Zi, kamu kenapa kok
bengong nanti kesambet loh.” Siska menepuk pundak Zia.
“Gapapa kok. pulang
yuk.” Zia menggeleng.
Saat sampai dihalaman
sekolah dari belakang Fandy menepuk pundak Zia.
“Eh kak, ada apa?”
perasaan Zia gak karuan, antara bingung, senang, gugup jadi satu.
“Ikut aku bentar yuk.”
menggandeng tangan Zia.
Saat
digandeng Zia senang banget. Fandy mengajak Zia ke taman sekolah. Entah mengapa
ia mengajak ke taman sekolah, mungkin disuruh bersihin taman. ”Kalo bersihin
taman ngapain ngajak aku, kan yang lain ada.” batin Zia.
“Zi aku mau bilang
sesuatu. Kamu mau gak jadi pacar aku?” menatap Zia dan memegang tangan Zia.
Berharap Zia mau jadi pacarnya.
“Hah? Apa?” Zia
sepertinya salah dengar.
“Iya jadi pacar aku.
Kamu mau kan?” jelas Fandy dengan wajah harap – harap cemas.
“Emm, aku gak bisa jawab
sekarang Kak.”
“Kalau begitu besok kamu
harus jawab ya.”
“I...Iya Kak.” jawab Zia
dengan gugup.
“Kok Kak sih, panggil
Fandy aja biar lebih akrab. Yuk aku anterin pulang.” ajak Fandy.
“Enggak usah, aku bisa
pulang sendiri kok.”
“Udah ayo aku anterin
pulang, keburu hujan.” menggandeng tangan Zia menuju parkiran motor.
Pagi hari Zia duduk
dibangkunya sambil senyum-senyum sendiri. Siska pun menghampirinya. Zia pun
cerita kepada Siska bahwa Fandy menembaknya.
“Gimana nih Sis? Aku
terima gak?”
“Terserah kamu, kalau
kamu merasa nyaman ya terima saja. Tapi ada satu syarat, sikap kamu gak boleh
berubah. Jangan sampai hanya karena cinta persahabatan kita selesai.”
“Tenang aku gak bakalan
berubah.” memeluk Siska.
“Emm OK deh aku pegang
janjimu. Nanti ke toko buku ya.”
“Siap bos!”
Tidak terasa bel pulang sekolah
berbunyi. Zia dan Siska bergegas pulang. Tapi saat keluar, Fandy sudah ada
didepan kelas Zia dan menarik tangan Zia.
“Zi, gimana pertanyaan
ku kemarin. Kamu mau jadi pacar aku?” ucap Fandy
Zia mengangguk.
“Beneran? Yaampun aku
senang banget kamu mengangguk. Pulang bareng yuk.” ajak Fandy.
“Tapi aku diajak Siska
ke toko buku.”
“Sis, kamu ke toko buku
sendiri gapapa kan?” ucap Fandy kepada Siska.
“Gapapa kok Kak,
silahkan. Udah Zi aku ke toko buku sendiri aja. Daaa!” melambaikan tangan
kepada Zia dan Fandy.
Tak
terasa satu bulan berlalu. Satu bulan juga Zia dan Fandy berpacaran. Hari-hari
Zia dilalui dengan senang, setiap hari ia selalu bersama Fandy. Namun tidak
dengan Siska. Semenjak berpacaran dengan Fandy sifat Zia berubah. Yang setiap
hari ke kantin bareng Siska sekarang jarang ke kantin bareng. Dan dulu mereka
sering pulang bareng, tapi sekarang jika Siska mengajak Zia pulang bareng, Zia
selalu menolak dengan alasan “Mau pulang bareng Fandy.”
Siska
merasakan Zia sekarang berubah. Sudah lama Siska menyimpan uneg - uneg itu, dan
baru sekarang ia baru berani menyampaikan kepada Zia.
“Zi aku mau ngomong sama
kamu. Tapi kamu jangan marah ya!” ucap Siska.
“Mau ngomong apa sih,
aku gak marah kok.”
“Zi aku merasa kamu
sekarang berubah.”
“Berubah gimana?
Perasaan gak ada yang berubah dari aku kok.”
“Sifatmu sekarang
berubah Zi. Dan sekarang kamu gak punya waktu untuk aku.”
“Bukannya aku gak punya
waktu buat kamu Sis. Sekarang aku baru sibuk.”
“Sibuk apaan coba, sibuk
pacaran?” bantah Siska.
“Kamu apaan sih.
Terserah kamu deh mau bilang aku berubah atau gimana.” ujar Zia sambil memukul
meja dan keluar kelas.
Setelah Siska mengatakan
uneg – unegnya, Zia menjahui Siska. Siska selalu meminta maaf kepada Zia, tapi
Zia tetap saja mengabaikannya. Suatu hari saat Siska akan berangkat les, ia
melihat Fandy sedang di kafe bersama cewek, tapi cewek itu bukanlah Zia. Saat
Siska melihat dari dekat, ternyata cewek itu adalah teman satu kelas Fandy.
Pagi harinya Siska
mendekati Zia dan duduk disampingnya. Siska menceritakan apa yang dilihatnya
kemarin sore kepada Zia. Tapi Zia tidak percaya dan memarahi Siska. Siska
kaget, mengapa Zia jadi marah kepadanya, seharusnya Zia marah kepada Fandy.
Siska kecewa kepada Zia.
Sekarang persahabatan
mereka hancur hanya karena seorang pria. Sudah menginjak dua bulan Zia dan
Fandy berpacaran. Tapi akhir – akhir ini Fandy tidak pernah menghantar Zia
pulang, padahal dulu setiap hari Fandy selalu menghantarkan Zia pulang.
Sekarang mereka juga jarang ke kantin bareng. Zia merasa Fandy sudah berubah.
Apa mungkin yang dikatakan Siska bahwa Fandy punya pacar baru itu benar. Tapi
Zia tidak mau berburuk sangka.
Setelah bel pulang
sekolah Zia ke kelas Fandy. Tapi Fandy sudah pergi. Zia pun meninggalkan kelas
Fandy. Tiba – tiba hujan turun, Zia berniat untuk berteduh di taman sekolah.
Saat ia akan sampai, ia melihat Fandy sedang duduk dibangku taman dengan cewek.
Ternyata apa yang dikatakan Siska benar. Zia mendekati Fandy.
“Fandy !! Jadi ini
alasan mengapa sekarang kamu berubah.” menampar Fandy.
“Engga Zi, dengarkan
penjelasanku dulu.” memegang tangan Zia.
“Kita Putus !”
menepiskan tangan Fandy dan berlari meninggalkan Fandy.
Zia terduduk lemas di
halaman sekolah dan menangis. Saat Siska akan pulang ia melihat Zia, Siska
berlari mendekati Zia.
“Zia kamu kenapa?”
menggoyangkan badan Zia penuh cemas. Namun Zia hanya diam dengan wajah pucat.
“Ayo Zi aku hantar
pulang. Badan kamu dingin banget” memegang kening Zia.
Keesokan
harinya, Zia tidak berangkat sekolah karena sakit. Siska panik, dia tidak tahu
apa yang terjadi kepada Zia. Setelah pulang sekolah, Siska menjenguk Zia.
“Zi, kamu sakit apa?
Kamu baik – baik saja kan?” tanya Siska penuh cemas.
“Aku baik kok Sis.”
balas Zia dengan suara yang pelan.
“Terus kemarin ngapain
kamu hujan – hujan sambil menangis?”
“Fandy Sis, Fandy
mengkhianati aku. Aku nyesel gak dengerin kamu. Aku udah marahin kamu tapi
mengapa kamu masih peduli denganku?”
“Zi kamu itu sahabatku.
Sahabat itu selalu ada dalam suka dan duka.”
Zia
meminta maaf kepada Siska karena ia telah merusak persahabatan yang sudah
dijalin selama tiga tahun hanya karena seorang pria. Setelah kejadian ini Zia
dapat menyimpulkan bahwa pacar bisa menjadi mantan pacar, tapi sahabat tidak
akan pernah menjadi mantan sahabat. Zia dan Siska berpelukan.
Karya : Marchita Adedhea
0 komentar