Cerpen "Arti Sahabat"

by - November 27, 2016

Arti Sahabat
Hari ini adalah hari pertama dimana Zia masuk sekolah. Ya, Zia adalah siswa baru di SMA Teressia, salah satu SMA favorit di Semarang. Nama panjangnya adalah Arzia Zahra Tiara, kerap dipanggil Zia. Cantik, tinggi, putih, berambut panjang itulah Zia. Zia mempunyai sahabat yang bernama Siska. Mereka sudah menjalin persahabatan selama tiga tahun. Selama tiga tahun ini persahabatan mereka ayem tentrem.
Hari ini adalah jadwal untuk pembekalan mos. Dan parahnya, Zia hampir telat. Ia berlari sampai - sampai ia menabrak seseorang.
Brukkk..
“Aduh. Maaf kak.” ucap Zia
“Duh hati – hati dong.” timpal pria yang menabraknya.
“Ya maaf, kan gak sengaja. Mau nanya ruang 3 dimana ya Kak?”
“Nanti kamu lurus lalu belok kanan, dari kiri ruang ke 3.”
“Makasih kak. Sekali lagi maaf banget.” berlari meninggalkan pria tersebut.
Setelah sampai di kelas, Siska sudah ada didalam kelas. Zia pun bercerita kepada Siska bahwa tadi ia tabrakan dengan kakak kelas yang tinggi, ganteng, dan yang pasti membuat hati Zia berdebar - debar tapi sayangnya, ia judes. Saat mereka ngobrol, bel tanda masuk berbunyi. Ada dua kakak OSIS yang masuk ke kelas, dan ternyata salah satunya adalah pria yang ia tabrak, pria tersebut bernama Fandy.
“Pagi dek, acara hari ini adalah membentuk struktur pengurus kelompok 3. Ada yang mau jadi ketua?” sapa Fandy.
Namun tidak ada yang mau jadi ketua, semua tertunduk diam. Fandy melirik ke arah Zia, Zia menunduk dan berharap Fandy tidak menyuruhnya untuk jadi ketua. Dan naas,  doanya tidak terkabul. Fandy menunjuk Zia menjadi ketua.
Tapi jadi ketua juga ada untungnya. Ia jadi sering bertemu dengan Fandy. Memang wajah Kak Fandy terlihat judes, tapi sikapnya tidak sejudes wajahnya. Apalagi kalau udah kenal, langsung klepek - klepek dengan sikap manisnya.
Dan hari ini adalah hari terakhir mos. Zia merasa senang karena akhirnya ia terbebas dari perintah kakak OSIS, dan entah mengapa Zia juga merasa sedih. Dia sedih karena nanti jika mos selesai ia tidak bisa berkomunikasi lagi dengan Fandy. Mos hari terakhir selesai, Zia dan Siska duduk di bangku taman.
“Zi, kamu kenapa kok bengong nanti kesambet loh.” Siska menepuk pundak Zia.
“Gapapa kok. pulang yuk.” Zia menggeleng.
Saat sampai dihalaman sekolah dari belakang Fandy menepuk pundak Zia.
“Eh kak, ada apa?” perasaan Zia gak karuan, antara bingung, senang, gugup jadi satu.
“Ikut aku bentar yuk.” menggandeng tangan Zia.
Saat digandeng Zia senang banget. Fandy mengajak Zia ke taman sekolah. Entah mengapa ia mengajak ke taman sekolah, mungkin disuruh bersihin taman. ”Kalo bersihin taman ngapain ngajak aku, kan yang lain ada.” batin Zia.
“Zi aku mau bilang sesuatu. Kamu mau gak jadi pacar aku?” menatap Zia dan memegang tangan Zia. Berharap Zia mau jadi pacarnya.
“Hah? Apa?” Zia sepertinya salah dengar.
“Iya jadi pacar aku. Kamu mau kan?” jelas Fandy dengan wajah harap – harap cemas.
“Emm, aku gak bisa jawab sekarang Kak.”
“Kalau begitu besok kamu harus jawab ya.”
“I...Iya Kak.” jawab Zia dengan gugup.
“Kok Kak sih, panggil Fandy aja biar lebih akrab. Yuk aku anterin pulang.” ajak Fandy.
“Enggak usah, aku bisa pulang sendiri kok.”
“Udah ayo aku anterin pulang, keburu hujan.” menggandeng tangan Zia menuju parkiran motor.
Pagi hari Zia duduk dibangkunya sambil senyum-senyum sendiri. Siska pun menghampirinya. Zia pun cerita kepada Siska bahwa Fandy menembaknya.
“Gimana nih Sis? Aku terima gak?”
“Terserah kamu, kalau kamu merasa nyaman ya terima saja. Tapi ada satu syarat, sikap kamu gak boleh berubah. Jangan sampai hanya karena cinta persahabatan kita selesai.”
“Tenang aku gak bakalan berubah.” memeluk Siska.
“Emm OK deh aku pegang janjimu. Nanti ke toko buku ya.”
“Siap bos!”
Tidak terasa bel pulang sekolah berbunyi. Zia dan Siska bergegas pulang. Tapi saat keluar, Fandy sudah ada didepan kelas Zia dan menarik tangan Zia.
“Zi, gimana pertanyaan ku kemarin. Kamu mau jadi pacar aku?” ucap Fandy
Zia mengangguk.
“Beneran? Yaampun aku senang banget kamu mengangguk. Pulang bareng yuk.” ajak Fandy.
“Tapi aku diajak Siska ke toko buku.”
“Sis, kamu ke toko buku sendiri gapapa kan?” ucap Fandy kepada Siska.
“Gapapa kok Kak, silahkan. Udah Zi aku ke toko buku sendiri aja. Daaa!” melambaikan tangan kepada Zia dan Fandy.
Tak terasa satu bulan berlalu. Satu bulan juga Zia dan Fandy berpacaran. Hari-hari Zia dilalui dengan senang, setiap hari ia selalu bersama Fandy. Namun tidak dengan Siska. Semenjak berpacaran dengan Fandy sifat Zia berubah. Yang setiap hari ke kantin bareng Siska sekarang jarang ke kantin bareng. Dan dulu mereka sering pulang bareng, tapi sekarang jika Siska mengajak Zia pulang bareng, Zia selalu menolak dengan alasan “Mau pulang bareng Fandy.”
Siska merasakan Zia sekarang berubah. Sudah lama Siska menyimpan uneg - uneg itu, dan baru sekarang ia baru berani menyampaikan kepada Zia.
“Zi aku mau ngomong sama kamu. Tapi kamu jangan marah ya!” ucap Siska.
“Mau ngomong apa sih, aku gak marah kok.”
“Zi aku merasa kamu sekarang berubah.”
“Berubah gimana? Perasaan gak ada yang berubah dari aku kok.”
“Sifatmu sekarang berubah Zi. Dan sekarang kamu gak punya waktu untuk aku.”
“Bukannya aku gak punya waktu buat kamu Sis. Sekarang aku baru sibuk.”
“Sibuk apaan coba, sibuk pacaran?” bantah Siska.
“Kamu apaan sih. Terserah kamu deh mau bilang aku berubah atau gimana.” ujar Zia sambil memukul meja dan keluar kelas.
Setelah Siska mengatakan uneg – unegnya, Zia menjahui Siska. Siska selalu meminta maaf kepada Zia, tapi Zia tetap saja mengabaikannya. Suatu hari saat Siska akan berangkat les, ia melihat Fandy sedang di kafe bersama cewek, tapi cewek itu bukanlah Zia. Saat Siska melihat dari dekat, ternyata cewek itu adalah teman satu kelas Fandy.
Pagi harinya Siska mendekati Zia dan duduk disampingnya. Siska menceritakan apa yang dilihatnya kemarin sore kepada Zia. Tapi Zia tidak percaya dan memarahi Siska. Siska kaget, mengapa Zia jadi marah kepadanya, seharusnya Zia marah kepada Fandy. Siska kecewa kepada Zia.
Sekarang persahabatan mereka hancur hanya karena seorang pria. Sudah menginjak dua bulan Zia dan Fandy berpacaran. Tapi akhir – akhir ini Fandy tidak pernah menghantar Zia pulang, padahal dulu setiap hari Fandy selalu menghantarkan Zia pulang. Sekarang mereka juga jarang ke kantin bareng. Zia merasa Fandy sudah berubah. Apa mungkin yang dikatakan Siska bahwa Fandy punya pacar baru itu benar. Tapi Zia tidak mau berburuk sangka.
Setelah bel pulang sekolah Zia ke kelas Fandy. Tapi Fandy sudah pergi. Zia pun meninggalkan kelas Fandy. Tiba – tiba hujan turun, Zia berniat untuk berteduh di taman sekolah. Saat ia akan sampai, ia melihat Fandy sedang duduk dibangku taman dengan cewek. Ternyata apa yang dikatakan Siska benar. Zia mendekati Fandy.
“Fandy !! Jadi ini alasan mengapa sekarang kamu berubah.” menampar Fandy.
“Engga Zi, dengarkan penjelasanku dulu.” memegang tangan Zia.
“Kita Putus !” menepiskan tangan Fandy dan berlari meninggalkan Fandy.
Zia terduduk lemas di halaman sekolah dan menangis. Saat Siska akan pulang ia melihat Zia, Siska berlari mendekati Zia.
“Zia kamu kenapa?” menggoyangkan badan Zia penuh cemas. Namun Zia hanya diam dengan wajah pucat.
“Ayo Zi aku hantar pulang. Badan kamu dingin banget” memegang kening Zia.
Keesokan harinya, Zia tidak berangkat sekolah karena sakit. Siska panik, dia tidak tahu apa yang terjadi kepada Zia. Setelah pulang sekolah, Siska menjenguk Zia.
“Zi, kamu sakit apa? Kamu baik – baik saja kan?” tanya Siska penuh cemas.
“Aku baik kok Sis.” balas Zia dengan suara yang pelan.
“Terus kemarin ngapain kamu hujan – hujan sambil menangis?”
“Fandy Sis, Fandy mengkhianati aku. Aku nyesel gak dengerin kamu. Aku udah marahin kamu tapi mengapa kamu masih peduli denganku?”
“Zi kamu itu sahabatku. Sahabat itu selalu ada dalam suka dan duka.”

Zia meminta maaf kepada Siska karena ia telah merusak persahabatan yang sudah dijalin selama tiga tahun hanya karena seorang pria. Setelah kejadian ini Zia dapat menyimpulkan bahwa pacar bisa menjadi mantan pacar, tapi sahabat tidak akan pernah menjadi mantan sahabat. Zia dan Siska berpelukan.

Karya : Marchita Adedhea

You May Also Like

0 komentar