Cerpen "Kasih yang Terpendam"
Kasih Yang
Terpendam
Musim
mulai berganti. Begitu pula dengan seragam putih biru yang kini mulai
berganti menjadi putih abu-abu. Namaku Rinta Ayu Lesmana, aku seorang gadis
remaja 15 tahun yang duduk di kelas 9 SMP. "Rin gimana masih pusing nggak?", tegur seorang gadis berambut panjang. Gadis itu adalah
Nindya Kusuma. Sahabat yang sangat tahu tentang diriku. Kami sudah bersahabat
dari 3 tahun yang lalu. "Nggak papa kok Nin, ini udah agak mendingan." Kami sedang
berada di sebuah bus yang menuju ke kota kelahiranku yaitu Yogyakarta. Sekolah
kami baru saja melakukan kegiatan study
tour ke Bandung sejak 2 hari yang
lalu. Kegiatan study tour ini
merupakan agenda terakhir di akhir semester ini. Kondisi tubuhku saat ini
memang sedang tidak sehat. Nindya duduk disampingku selama kami berada di dalam
bus. Dia selalu merawatku, ketika aku merasa mual atau pusing, dia adalah orang
yang terus menemani dan memberi semangat padaku.
Nindya
sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Kini tiba saatnya kami harus menjalani
ujian akhir nasional. "Eh Rin kamu pengen
nerusin kemana nanti?", tanya Nindya
kepadaku. "Kalau bisa, aku ingin sekali sekolah di SMA 3 Jogja, kalau kamu
rencananya mau kemana?", jawabku dengan kembali melempar pertanyaan.
Kulihat wajah Nindya tertunduk lesu dan dengan pelan keluar suara,
"Sepertinya aku akan melanjutkan sekolah ke Bogor Rin." Aku
terbelalak mendengar ucapan Nindya, perlahan air mata
membasahi pipiku. Aku tak sanggup membayangkan kenyataan yang akan kuhadapi,
sahabat yang selama ini ada menemani hari-hariku dengan sekejap mata akan pergi
untuk meneruskan masa depannya jauh dari kota ini. Bibirku mulai bergetar
seiring ucapan keluar dari mulutku, "Kalau kamu beneran mau ke Bogor,
jangan lupain aku ya Nin, kita udah lama sahabatan kayak gini." Dengan
seketika Nindya memelukku sangat erat, air mata membasahi wajahnya. "Pasti
Rin, aku nggak akan lupain kamu. Aku yakin suatu saat nanti kita bisa ketemu
lagi, main bareng, ngobrol bareng dan banyak lagi." Kelamnya senja sore
itu seolah mengerti akan perasaanku dan Nindya.
Tak
pernah kusangka bahwa sore itu adalah pertemuan terakhirku dengan Nindya,
karena keesokan harinya Nindya sudah berangkat ke Bogor. Berat rasanya memulai
masa putih abu-abuku tanpa Nindya, sahabat terdekatku. Di SMA baruku ini memang
banyak teman-teman yang sangat baik padaku, namun tak satupun dari mereka yang
lebih mengerti tentang diriku kecuali Nindya. Hari demi hari kulalui dengan
berbagai macam hal baru. Ada masanya aku mulai tertarik dengan seorang pria,
namun tak lebih dari cinta monyet anak SMA. Tak terasa kini seragam putih
abu-abu sudah akan kutanggalkan. Kini aku sudah beranjak menjadi gadis dewasa. Aku
tidak pernah lupa pada Nindya, sahabat masa SMP-ku. Sudah setahun ini aku tidak
berkomunikasi dengannya lagi. Rasanya berat, apa mungkin Nindya sudah bosan
ataukah dia sudah lupa denganku? Yang jelas, kini kami sudah menjalani
kehidupan kami sendiri-sendiri tanpa saling mengetahui satu sama lain.
Kini
tiba saatnya aku harus belajar ekstra keras untuk bisa meneruskan masa depanku
di universitas yang aku inginkan. Sebuah universitas
terkemuka di Jogja, yaitu Universitas Gadjah Mada. Aku mulai disibukkan dengan
berbagai aktivitas yang menunjang kegiatan belajarku. Pagi ini aku memulai
hariku dengan semangat karena hari ini adalah hari seleksi untuk masuk UGM
dengan tes. Aku mandi dan segera menuju UGM. Rasanya mendebarkan, soal-soal
yang harus kukerjakan lumayan sulit, namun aku harus tetap optimis. Aku
mendaftar jurusan Akuntansi di UGM. Setelah selesai melakukan tes itu, aku
menuju parkiran kampus untuk mengambil motorku dan segera pulang. Tiba-tiba,
"Bruuk . . .", aku terjatuh ke lantai. Kulihat seorang laki - laki
berbadan tegap dan tinggi sedang merapikan buku-bukuku yang berserakkan di
lantai. "Eh maaf mbak saya nggak sengaja, nih buku-bukunya." ucap lelaki itu dengan sopan. Aku segera berdiri dan
menjawab, "Iya mas, nggak papa. Lain kali hati-hati aja." ucapku
dengam senyum lalu aku berjalan meninggalkan laki-laki itu. Aku mulai
mengendarai motorku dan meninggalkan kampus itu, di perjalanan kulihat lelaki
yang tadi menabrakku di kampus itu sedang berjalan bersama seorang wanita di
sebelahnya. Wanita itu berkacamata dan seolah aku sudah tidak asing lagi dengan
wajah wanita itu. "Ah mungkin itu temannya." ucapku sambil meneruskan
perjalanan.
"KRIIIINGG
. . . . . KRIIING . . .", bunyi
alarm di kamarku. Hari ini tanggal 21 Februari 2016, hari saat hasil tesku akan
diumumkan di UGM. Dengan bersemangat, aku mulai merapikan diri dan berangkat ke
UGM. Disana sudah riuh oleh calon mahasiswa yang juga ingin melihat hasil tes
mereka. Perlahan aku menyusup gerombolan orang-orang yang berjubel di depan
papan pengumuman. Setelah berjuang keras, akhirnya aku mencapai papan
pengumuman tersebut, ku fokuskan pandanganku pada sebuah kertas yang
tertempel di depan mataku. "Yeeeeee . . . ." , teriakku setelah aku mendapati namaku tertera disana sebagai
daftar mahasiswa yang diterima di jurusan Akuntansi UGM. Saat itu aku dengan
spontan memeluk orang di sebelahku. Setelah aku tersadar, aku segera melepaskan
pelukan itu. " Ehh ehhh maaf mas, saya terlalu senang tadi makanya jadi
begitu." Lelaki itu menjawab, " Lhoo mbak kan yang kemarin bukunya
jatuh gara-gara saya tabrak kan. Senang bisa ketemu sama mbak lagi.
Aku tersentak bahwa ternyata lelaki yang
kupeluk tadi tidak lain adalah lelaki yang dulu pernah membuat buku-bukuku
jatuh. "Eh iya mas. Sekali lagi maaf ya." Ucapku dengan sedikit
gugup. " Iya mbak, nama mbak siapa?",
tanya lelaki itu dengan mengulurkan tangannya. "Nama saya Rinta.", jawabku dengan tersenyum
sambil membalas uluran tangannya. "Saya David mbak. Salam kenal."
Balasnya dengan senyuman manis.
Dalam
sekejap kurasa ada sebuah rasa masuk dalam hatiku. Entah apakah itu. Hari-hari
selanjutnya David selalu terbayang diingatanku. Apalagi David sangat baik
padaku. Kami sering bertemu di kampus secara tidak sengaja.
Sore
ini aku harus mengantar ibukku ke rumah makan temannya untuk memesan makanan.
Sesampainya di rumah makan itu, aku tertarik dengan sebuah rumah dengan kebun
terbuka di pelatarannya. Kebun itu dipenuhi macam-macam bunga dengan kolam ikan
dibagian tengahnya. Kulihat ada seorang gadis sebayaku sedang menyiram bunga di
salah satu sudut taman itu. Kusapa gadis itu, "Wah bunga nya bagus-bagus
mbak." Gadis itu membalikkan badannya. Dan ternyata, aku sangat kaget
dengan apa yang kulihat di depan mataku. "Nindya, ini beneran kamu?", kulihat gadis itu juga kaget namun setelah itu dia
tersenyum padaku lalu memelukku dengan erat. Tak pernah kusangka bahwa kami
akan bertemu disini. Kami kembali meneteskan air mata seperti pada saat kami
akan berpisah. Aku dan Nindya mulai berbincang-bincang seperti dulu. "Apa
kabar Rin kamu?", tanya Nindya. "Aku baik- baik aja Nin, kamu sendiri
gimana Nin?", "Aku juga baik-baik aja Rin." Semenjak pertemuan
itu hubungan persahabatanku dengan Nindya kembali terjalin baik seperti dulu.
Apalagi belum lama ini aku tahu bahwa Nindya juga sudah kembali ke Jogja dan
juga kuliah di UGM.
Hari ini aku
sangat lapar setelah mengikuti beberapa mata kuliah. Aku sudah resmi menjadi
mahasiswa di UGM. Aku segera menuju kantin dan kulihat disana ada David yang
sedang memesan minuman. Dengan sengaja aku memilih tempat duduk di sampingnya.
"Hallo Vid, kok sendirian?", David segera menoleh ke arahku, "
Iya Rin, nggak ada temen nih, habis lihat pengumuman." Saat David
mengatakan itu, pandanganku tertuju pada handphone David yang tepat berada di
depanku. Kulihat layarnya, " Deg . . ." jantungku mulai berdebar
kencang. Kuberanikan diri untuk bertanya pada David, "Vid kalau boleh tau,
cewek ini siapa?". David segera membuka ponselnya dan melihat foto yang
kumaksud itu sambil tersenyum manis seolah pikirannya menerawang jauh entah
kemana. "Oh ini, ini pacarku Rin. Namanya Nindya, saat ini dia sedang
sakit-sakitan, ini alasan kenapa selama ini aku yang sering
ke kampus ini untuk mencarikan dia info. tentang kampus ini. Aku sangat
menyayanginya. Kasihan dia akhir-akhir ini dia harus bolak-balik ke Rumah Sakit
untuk menyelesaikan pengobatannya." Dalam sekejap, ada rasa memasuki
jiwaku, kurasakan semua perasaan yang selama ini kubangun
untuk David seketika runtuh. Aku tak tahan mendengar kata-kata David yang
menceritakan tentang Nindya, sahabat terdekatku. Rasanya sakit. Kuputuskan
untuk aku pergi dari kantin itu, "Vid, maaf ya aku harus pergi." Aku
segera berlari menuju taman kampus, disana air mataku tak terbendung lagi. Tak
pernah kusangka bahwa ternyata David adalah kekasih Nindya, sahabat yang baru
saja aku temui kembali.
Handphone-ku berbunyi saat aku masih ada di taman kampus.
Tertera di layarku tulisan "Sahabatku Nindya". Segera kuhapus air mataku dan aku mulai bicara,
"Hallo Nin, ada apa?", mulai terdengar suara dari ujung telepon, "Begini
Rin, besuk kamu datang ke rumahku ya jam 7 malam." Suara itu terdengar
sangat bahagia dengan sedikit tawa. Jawabku, "Memangnya ada acara apa
Nin?"
Sejenak
tak terdengar suara dari telepon itu, "Aku mau
tunangan sama pacarku Rin, namanya David. Besuk kukenalin sama kamu deh, yang
penting kamu datang ya." Air mataku kembali jauh. Dengan segera aku menjawab, "Iya Nin,
aku akan datang." Segera ku matikan handphone-ku. Perasaanku
serasa dihantam sesuatu yang tak mudah untuk aku jelaskan.
Tiba malam dimana pertunangan Nindya dan David
akan digelar. Aku datang dengan membawa kado untuk Nindya. Sebenarnya masih
berat untuk aku menerima kenyataan ini. Namun aku berusaha ikut bahagia atas
kebahagiaan sahabat terdekatku yaitu Nindya. Sampai tiba hari pertunangan itu,
tak ada seorang pun yang tahu jika sebenarnya aku menyimpan perasaan
terpendam pada David.
Karya : Dyah Cintya Paramita
0 komentar