Cerpen "Kasih yang Terpendam"

by - November 26, 2016

Kasih Yang Terpendam
Musim mulai berganti. Begitu pula dengan seragam putih biru yang kini mulai berganti menjadi putih abu-abu. Namaku Rinta Ayu Lesmana, aku seorang gadis remaja 15 tahun yang duduk di kelas 9 SMP. "Rin gimana masih pusing nggak?", tegur seorang gadis berambut panjang. Gadis itu adalah Nindya Kusuma. Sahabat yang sangat tahu tentang diriku. Kami sudah bersahabat dari 3 tahun yang lalu. "Nggak papa kok Nin,  ini udah agak mendingan." Kami sedang berada di sebuah bus yang menuju ke kota kelahiranku yaitu Yogyakarta. Sekolah kami baru saja melakukan kegiatan study tour ke Bandung sejak 2 hari yang lalu. Kegiatan study tour ini merupakan agenda terakhir di akhir semester ini. Kondisi tubuhku saat ini memang sedang tidak sehat. Nindya duduk disampingku selama kami berada di dalam bus. Dia selalu merawatku, ketika aku merasa mual atau pusing, dia adalah orang yang terus menemani dan memberi semangat padaku.
Nindya sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Kini tiba saatnya kami harus menjalani ujian akhir nasional. "Eh Rin kamu pengen nerusin kemana nanti?", tanya Nindya kepadaku. "Kalau bisa, aku ingin sekali sekolah di SMA 3 Jogja, kalau kamu rencananya mau kemana?", jawabku dengan kembali melempar pertanyaan. Kulihat wajah Nindya tertunduk lesu dan dengan pelan keluar suara, "Sepertinya aku akan melanjutkan sekolah ke Bogor Rin." Aku terbelalak mendengar ucapan Nindya, perlahan air mata membasahi pipiku. Aku tak sanggup membayangkan kenyataan yang akan kuhadapi, sahabat yang selama ini ada menemani hari-hariku dengan sekejap mata akan pergi untuk meneruskan masa depannya jauh dari kota ini. Bibirku mulai bergetar seiring ucapan keluar dari mulutku, "Kalau kamu beneran mau ke Bogor, jangan lupain aku ya Nin, kita udah lama sahabatan kayak gini." Dengan seketika Nindya memelukku sangat erat, air mata membasahi wajahnya. "Pasti Rin, aku nggak akan lupain kamu. Aku yakin suatu saat nanti kita bisa ketemu lagi, main bareng, ngobrol bareng dan banyak lagi." Kelamnya senja sore itu seolah mengerti akan perasaanku dan Nindya.
Tak pernah kusangka bahwa sore itu adalah pertemuan terakhirku dengan Nindya, karena keesokan harinya Nindya sudah berangkat ke Bogor. Berat rasanya memulai masa putih abu-abuku tanpa Nindya, sahabat terdekatku. Di SMA baruku ini memang banyak teman-teman yang sangat baik padaku, namun tak satupun dari mereka yang lebih mengerti tentang diriku kecuali Nindya. Hari demi hari kulalui dengan berbagai macam hal baru. Ada masanya aku mulai tertarik dengan seorang pria, namun tak lebih dari cinta monyet anak SMA. Tak terasa kini seragam putih abu-abu sudah akan kutanggalkan. Kini aku sudah beranjak menjadi gadis dewasa. Aku tidak pernah lupa pada Nindya, sahabat masa SMP-ku. Sudah setahun ini aku tidak berkomunikasi dengannya lagi. Rasanya berat, apa mungkin Nindya sudah bosan ataukah dia sudah lupa denganku? Yang jelas, kini kami sudah menjalani kehidupan kami sendiri-sendiri tanpa saling mengetahui satu sama lain.
Kini tiba saatnya aku harus belajar ekstra keras untuk bisa meneruskan masa depanku di universitas yang aku inginkan. Sebuah universitas terkemuka di Jogja, yaitu Universitas Gadjah Mada. Aku mulai disibukkan dengan berbagai aktivitas yang menunjang kegiatan belajarku. Pagi ini aku memulai hariku dengan semangat karena hari ini adalah hari seleksi untuk masuk UGM dengan tes. Aku mandi dan segera menuju UGM. Rasanya mendebarkan, soal-soal yang harus kukerjakan lumayan sulit, namun aku harus tetap optimis. Aku mendaftar jurusan Akuntansi di UGM. Setelah selesai melakukan tes itu, aku menuju parkiran kampus untuk mengambil motorku dan segera pulang. Tiba-tiba, "Bruuk . . .", aku terjatuh ke lantai. Kulihat seorang laki - laki berbadan tegap dan tinggi sedang merapikan buku-bukuku yang berserakkan di lantai. "Eh maaf mbak saya nggak sengaja, nih buku-bukunya." ucap lelaki itu dengan sopan. Aku segera berdiri dan menjawab, "Iya mas, nggak papa. Lain kali hati-hati aja." ucapku dengam senyum lalu aku berjalan meninggalkan laki-laki itu. Aku mulai mengendarai motorku dan meninggalkan kampus itu, di perjalanan kulihat lelaki yang tadi menabrakku di kampus itu sedang berjalan bersama seorang wanita di sebelahnya. Wanita itu berkacamata dan seolah aku sudah tidak asing lagi dengan wajah wanita itu. "Ah mungkin itu temannya." ucapku sambil meneruskan perjalanan.
"KRIIIINGG . . . . .  KRIIING . . .", bunyi alarm di kamarku. Hari ini tanggal 21 Februari 2016, hari saat hasil tesku akan diumumkan di UGM. Dengan bersemangat, aku mulai merapikan diri dan berangkat ke UGM. Disana sudah riuh oleh calon mahasiswa yang juga ingin melihat hasil tes mereka. Perlahan aku menyusup gerombolan orang-orang yang berjubel di depan papan pengumuman. Setelah berjuang keras, akhirnya aku mencapai papan pengumuman tersebut, ku fokuskan pandanganku pada sebuah kertas yang tertempel di depan mataku. "Yeeeeee . . . ." , teriakku setelah aku mendapati namaku tertera disana sebagai daftar mahasiswa yang diterima di jurusan Akuntansi UGM. Saat itu aku dengan spontan memeluk orang di sebelahku. Setelah aku tersadar, aku segera melepaskan pelukan itu. " Ehh ehhh maaf mas, saya terlalu senang tadi makanya jadi begitu." Lelaki itu menjawab, " Lhoo mbak kan yang kemarin bukunya jatuh gara-gara saya tabrak kan. Senang bisa ketemu sama mbak lagi.
 Aku tersentak bahwa ternyata lelaki yang kupeluk tadi tidak lain adalah lelaki yang dulu pernah membuat buku-bukuku jatuh. "Eh iya mas. Sekali lagi maaf ya." Ucapku dengan sedikit gugup. " Iya mbak, nama mbak siapa?", tanya lelaki itu dengan mengulurkan tangannya. "Nama saya Rinta.", jawabku dengan tersenyum sambil membalas uluran tangannya. "Saya David mbak. Salam kenal." Balasnya dengan senyuman manis.
Dalam sekejap kurasa ada sebuah rasa masuk dalam hatiku. Entah apakah itu. Hari-hari selanjutnya David selalu terbayang diingatanku. Apalagi David sangat baik padaku. Kami sering bertemu di kampus secara tidak sengaja.
Sore ini aku harus mengantar ibukku ke rumah makan temannya untuk memesan makanan. Sesampainya di rumah makan itu, aku tertarik dengan sebuah rumah dengan kebun terbuka di pelatarannya. Kebun itu dipenuhi macam-macam bunga dengan kolam ikan dibagian tengahnya. Kulihat ada seorang gadis sebayaku sedang menyiram bunga di salah satu sudut taman itu. Kusapa gadis itu, "Wah bunga nya bagus-bagus mbak." Gadis itu membalikkan badannya. Dan ternyata, aku sangat kaget dengan apa yang kulihat di depan mataku. "Nindya, ini beneran kamu?", kulihat gadis itu juga kaget namun setelah itu dia tersenyum padaku lalu memelukku dengan erat. Tak pernah kusangka bahwa kami akan bertemu disini. Kami kembali meneteskan air mata seperti pada saat kami akan berpisah. Aku dan Nindya mulai berbincang-bincang seperti dulu. "Apa kabar Rin kamu?", tanya Nindya. "Aku baik- baik aja Nin, kamu sendiri gimana Nin?", "Aku juga baik-baik aja Rin." Semenjak pertemuan itu hubungan persahabatanku dengan Nindya kembali terjalin baik seperti dulu. Apalagi belum lama ini aku tahu bahwa Nindya juga sudah kembali ke Jogja dan juga kuliah di UGM.
Hari ini aku sangat lapar setelah mengikuti beberapa mata kuliah. Aku sudah resmi menjadi mahasiswa di UGM. Aku segera menuju kantin dan kulihat disana ada David yang sedang memesan minuman. Dengan sengaja aku memilih tempat duduk di sampingnya. "Hallo Vid, kok sendirian?", David segera menoleh ke arahku, " Iya Rin, nggak ada temen nih, habis lihat pengumuman." Saat David mengatakan itu, pandanganku tertuju pada handphone David yang tepat berada di depanku. Kulihat layarnya, " Deg . . ." jantungku mulai berdebar kencang. Kuberanikan diri untuk bertanya pada David, "Vid kalau boleh tau, cewek ini siapa?". David segera membuka ponselnya dan melihat foto yang kumaksud itu sambil tersenyum manis seolah pikirannya menerawang jauh entah kemana. "Oh ini, ini pacarku Rin. Namanya Nindya, saat ini dia sedang sakit-sakitan, ini alasan kenapa selama ini aku yang sering ke kampus ini untuk mencarikan dia info. tentang kampus ini. Aku sangat menyayanginya. Kasihan dia akhir-akhir ini dia harus bolak-balik ke Rumah Sakit untuk menyelesaikan pengobatannya." Dalam sekejap, ada rasa memasuki jiwaku, kurasakan semua perasaan yang selama ini kubangun untuk David seketika runtuh. Aku tak tahan mendengar kata-kata David yang menceritakan tentang Nindya, sahabat terdekatku. Rasanya sakit. Kuputuskan untuk aku pergi dari kantin itu, "Vid, maaf ya aku harus pergi." Aku segera berlari menuju taman kampus, disana air mataku tak terbendung lagi. Tak pernah kusangka bahwa ternyata David adalah kekasih Nindya, sahabat yang baru saja aku temui kembali.
Handphone-ku berbunyi saat aku masih ada di taman kampus. Tertera di layarku tulisan "Sahabatku Nindya". Segera kuhapus air mataku dan aku mulai bicara, "Hallo Nin, ada apa?", mulai terdengar suara dari ujung telepon, "Begini Rin, besuk kamu datang ke rumahku ya jam 7 malam." Suara itu terdengar sangat bahagia dengan sedikit tawa. Jawabku, "Memangnya ada acara apa Nin?"
Sejenak tak terdengar suara dari telepon itu, "Aku mau tunangan sama pacarku Rin, namanya David. Besuk kukenalin sama kamu deh, yang penting kamu datang ya." Air mataku kembali jauh.  Dengan segera aku menjawab, "Iya Nin, aku akan datang." Segera ku matikan handphone-ku. Perasaanku serasa dihantam sesuatu yang tak mudah untuk aku jelaskan.

 Tiba malam dimana pertunangan Nindya dan David akan digelar. Aku datang dengan membawa kado untuk Nindya. Sebenarnya masih berat untuk aku menerima kenyataan ini. Namun aku berusaha ikut bahagia atas kebahagiaan sahabat terdekatku yaitu Nindya. Sampai tiba hari pertunangan itu, tak ada seorang pun yang tahu jika sebenarnya aku menyimpan perasaan terpendam pada David.

Karya : Dyah Cintya Paramita

You May Also Like

0 komentar