Cerpen "Saat Cinta Bersatu"
Saat
Cinta Bersatu
Kamis,
9 Juli 2015, hari dimana anak-anak labil
udah saatnya beranjak ke masa yang lebih dewasa, masa yang udah enggak kekanak-kanakan
lagi, dan masa yang udah bukan waktunya
buat galau-galauan lagi. Yaitu masa putih abu-abu. Dan pada hari itu lah, Putri
mengikuti MOPD ( Masa Orientasi Peserta Didik ) di sekolah barunya. Nama lengkapnya
adalah Elsa Putri Cahaya. Ia bersekolah di sekolah yang cukup bonafit di
kotanya, yaitu kota Surabaya. Kepribadian Putri sama seperti cewek-cewek pada
umumnya. Ia sangat suka dengan warna pink, apalagi warna pink pastel, hmm
bahkan seisi kamarnya full dengan warna pink. Mulai dari dinding kamar yang di
cat dengan warna pink pastel kesukaannya, meja belajar, dan kasur di kamarnya
pun juga berwarna pink. Maklum saja, dari kecil ia sangat suka dengan kartun
anak-anak Hello Kitty. Semua perabot yang ada di kamarnya, tersusun sangat
rapi. Sehingga siapa saja yang ada di kamar itu pasti akan merasakan
kenyamanan. Namun, kesukaannya terhadap warna pink tidak ia tampakkan kepada
orang-orang disekitarnya, kecuali kepada orang tua dan sahabat-sahabatnya.
Putri sangat suka bernyanyi. Dari kecil ia sudah belajar bernyanyi dengan guru
vokalnya, bahkan ia pernah menjuarai beberapa lomba yang ada di kotanya. Trophy
kejuarannya pun tertata rapi diatas meja belajarnya.
Baru
sehari masuk sekolah, Putri udah klepek-klepek sama salah seorang kaum adam di
kelompok MOPDnya, kelompok trapesium. Namanya Rendy Putra. Saat ia maju ke
depan kelas untuk memimpin jalannya diskusi, ia melihat seorang pria yang duduk di kursi paling belakang di kelas
itu. Pria pendiam dengan senyum yang memikat hati kaum hawa yang melihatnya,
hmm siapa lagi kalau bukan Rendy.
Putri
yang memang dari dulu tergolong anak yang rajin, sepulang sekolah ia pun
langsung mengerjakan tugas dari seniornya, tiba-tiba handphone nya berdering, ada pesan masuk, ia membaca pesan itu...
“Hai Put, rumah kamu
daerah mana? J – Rendy”.
Sontak,
Putri pun berteriak cukup keras, untung
saja saat itu ia sedang di rumah sendiri, ia tak henti-hentinya untuk tersenyum
dan memandangi layar handphone nya.
Karena Rendy menggunakan emot senyum yang membuat Putri seakan –akan sedang
melihat senyuman itu di dunia nyata. Dan, Putri pun menjawab...
“Hai Ren J
Rumahku di Jl. Gatot Subroto No.14.
Rumahku di pinggir jalan, gerbang warna pink pastel”.
Namun,
handphone nya berdering lagi,
ternyata itu adalah laporan bahwa pesan tersebut gagal terkirim. Hmm ternyata
pulsa sms Putri tinggal Rp 0,-. Akhirnya Putri pun tidak membalas pesan itu.
Keesokan
harinya di sekolah, Putri memimpin diskusi lagi bersama seorang temannya yaitu
Satrio Bagus. Satrio berasal dari SMP yang sama dengan Putri. Lagi-lagi, Putri
melihat senyuman itu. Di dalam hati Putri berkata “Mashaallah... indah sekali
senyuman itu”. Senyuman itu membuat Putri keGR-an. Sepulang sekolah, Putri
memberanikan diri untuk sms ke nomor Rendy.
“Selamat
Sore Ren J maaf ya, sms mu
kemarin tidak aku balas. Rumahku di Jl. Gatot Subroto
No.14. Rumahku di pinggir jalan, gerbang
warna pink pastel”, Putri mengulang sms yang gagal terkirim kemarin sore.
Namun, berkebalikan dari hari kemarin, kali ini Rendy lah yang
tidak membalas sms Putri. Putri sempat kecewa karena Rendy tak membalas smsnya,
namun Putri kembali tersenyum, karena besok di sekolah ia akan bertemu dengan
pria itu lagi. Ya kalau ngliat pria itu, rasanya jantung mau copot, senyumnya
membuat jantung Putri berdegup kencang tak beraturan, ckckck.
Mentari kembali menampakkan kehadirannya di muka bumi ini, itu
tandanya Putri harus segera bersiap-siap untuk ke sekolah. Hari itu adalah hari
MOPD terakhir, hari itu menjadi hari yang menyedihkan bagi Putri, karena hari
itu adalah hari terakhir Putri bisa melihat senyuman itu sebelum libur datang.
Putri ngga bisa ngebayangin gimana nantinya ia bisa melihat senyuman itu lagi.
Namun, hari itu Putri telah memiliki foto pria idamannya itu, karena pada hari
itu kelompoknya mengadakan acara bakti sosial di suatu masjid yang tidak jauh
dari sekolahnya. Sesampainya di rumah, ia langsung mencetak foto itu, dan di
belakang cetakan foto itu tertulis...
“ Sabtu, 11
Juli 2015, kenangan MOPD yang tak akan terlupakan, aku berfoto dengan lelaki
yang berhasil membuat jantungku berdebar saat melihat senyumannya”.
Foto itu
langsung ia masukkan ke album barunya yang ia beri judul “ Masa-masa SMA “
3 minggu telah berlalu, tepatnya tanggal 3 Agustus 2015, para
siswa-siswi SMA di seluruh penjuru Surabaya sudah memulai aktivitas belajar
mengajar di sekolah masing-masing. Tak berbeda jauh dengan Putri. Putri masuk
jurusan IPA di sekolahnya. Saat memasuki kelas barunya, yaitu kelas X IPA 2, ia
tidak melihat Rendy di kelas barunya, itu tandanya dia tidak satu kelas dengan
pria idamannya itu. Ohh sungguh, ia kecewa karena tidak sekelas dengan Rendy.
Sepulang sekolah, Putri tidak langsung pulang, namun ia berkeliling menyusuri
setiap kelas untuk melihat papan nama yang tergantung di pintu kelas. Dan ia
mendapati nama “Rendy Putra”, ternyata ia di jurusan IPS. Yaitu kelas X IPS 2.
Hmm sama-sama 2, namun beda jurusan. “Nggak papa lah, beda jurusan besok juga
akan bersatu, haha!” ,celoteh Putri dalam hati sambil meringis sedikit.
Hari demi hari telah Putri lewati tanpa melihat senyuman itu,
sampai pada hari Jumat tanggal 28 Agustus 2015, saat Putri berangkat sekolah
dan menuju kelasnya, ia berpapasan dengan seorang pria. Pria itu tersenyum, dan
senyuman itu tertuju pada Putri. Ya pria itu adalah Rendy. Sungguh, itu membuat
Putri sangat bahagia. Dan keesokan harinya, 29 Agustus 2015 pada jam yang sama
ia pun juga melihat senyum pria itu mengarah lagi kepadanya, senyuman itu tak bisa
membendung bibir Putri untuk membalas senyuman itu. “Ohh God, pertanda apa
ini?”. Itulah pertanyaan besar di benak Putri.
Senin,
31 Agustus 2015, setelah anak-anak SMA Persada Surabaya upacara rutin di
lapangan, lagi-lagi Putri berpapasan dengan Rendy. Dan sama seperti biasanya,
Rendy mengeluarkan jurus jitu nya, yaitu senyum badainya. Putri klepek-klepek
dengan senyuman itu. Jantung Putri berdebar begitu cepat setelah berpapasan
dengan pria itu. Malamnya, Putri memberanikan diri untuk chattingan dengan Rendy.
Pesan pertamanya : “Hai Rendy J apa
kabar?”. Sampai larut malam, Rendy tak kunjung membalas pesan dari Putri,
karena Rendy belum juga membaca pesan itu. Mungkin saja Rendy, sedang sibuk
mengerjakan tugas-tugasnya.
Bulan telah berganti begitu cepatnya, Agustus menjadi September.
Pergantian bulan itu suram bagi Putri. Apalagi kalau bukan karena kuota
internetnya habis. Hmm dan Putri pun di landa kegalauan. Akhirnya Putri pun
membeli kuota internetnya. Saat ia online
WhatsApp ada pesan masuk dari Rendy...
“Hai juga
Put. Kabar baik kok. Kalau kamu gimana?”.
Namun pesan itu di kirim Rendy pukul 22.00 saat kuota Putri habis.
Saat Putri berniat menjawab, lastseen
profile Rendy pukul 21.57 . Menurut Putri, lebih baik ia tidak membalas
pesan itu, karena ia tak mau mengganggu Rendy, karena itu sudah terlalu malam
untuk berbincang disosmed. Setelah membaca pesan Rendy, Putri pun langsung
tertidur dengan pulasnya.
Keesokan harinya, setelah Putri mengerjakan PR, Putri langsung
mengambil hpnya, dan langsung online
WhatsApp. Biasanya ia hanya membuka pesan-pesan yang ada di Grup WA yang ia
ikuti saja, namun kali ini ia mengirim pesan kepada Rendy.
“Hai Ren,
alhamdulillah kabarku baik-baik saja. Lama tidak berbincang ya”.
Tidak lama
kemudian, Rendy pun membalas pesan Putri.
“Alhamdulillah
Put, kalau begitu. Iya ya, lama kita tidak berbincang”
“Di sekolah kita hanya saling tersenyum ya
Ren, kita belum pernah berbincang secara langsung. Karena dari aku nya sendiri
sih takut untuk memulai perbincangan terlebih dahulu. Berani memulai hanya
melalui sosmed, hahaha”
Dan... chattingan itu terus berlanjut.
Sampai-sampai Putri ketiduran dan tidak membaca pesan Rendy yang terakhir yang
mengatakan “Selamat Malam Put”.
Keesokan harinya, saat istirahat pertama, ia bertemu dengan Rendy
yang saat itu juga berada di depan kantin sekolah, tak terduga Rendy pun menyapa
Putri yang sedang asyiknya ngobrol dengan sahabat karibnya yaitu Dhina Amanda.
“Hai Putri” itulah 2 kata yang diucapkan oleh Rendy, dan berhasil membuat Putri
jatuh hati mendengar suaranya. Putri tak dapat berkata apa-apa, ia hanya bisa
tersenyum dan terus memandangi punggung pria itu yang telah beranjak
meninggalkan titik dimana Putri terpaku saat Rendy menyapanya.
“Aduh Putri,
baru sebulan masuk sekolah aja, udah dapet gebetan ya? Aku kapan dicariin?”,
canda Manda.
“Apaan sih Nda, aku hanya temenan kok sama
dia, ngga lebih” jawab Putri judes. Karena Putri, tak ingin ada seorangpun yang
tahu bahwa ia telah jatuh cinta kepada laki-laki itu.
Setiap hari nya, dua anak remaja yang sudah saatnya meninggalkan
masa labilnya itu, Rendy dan Putri, mereka hanya bisa saling memandang satu
sama lain dan hanya bisa berbalas senyum. Setiap harinya, Putri pun memotret
Rendy secara diam-diam. Dan sepulang sekolah langsung ia cetak, tak lupa ia
masukkan ke album kesayangannya. Dan sampai akhirnya, hal itu membuat Manda
merasa curiga kepada Putri, yang sering senyum-senyum sendiri saat memandangi
Rendy.
Melihat tingkah laku sahabatnya itu, Manda pun memberanikan diri
untuk bertanya kepada Putri tentang perasaannya. Dan akhirnya, Putri pun
menceritakan seluruh isi hatinya kepada Manda, bahwa ia kagum terhadap Rendy.
Tetapi lama kelamaan, rasa kagum itu berubah menjadi rasa cinta.
Suatu hari, teman sebangku Rendy mengusilinya. Ia membacakan
pesan-pesan Putri yang masih terdapat di riwayat chat WhatsApp Rendy. Dan akhirnya, berita bahwa Rendy dan Putri
memiliki hubungan yang khusus itu tersebar ke seluruh anak-anak kelas X SMA
Persada Surabaya. Dan teman sekelas Putri pun tahu tentang itu. Akhirnya, Putri
dan Rendy menjadi bahan bullyan di
kelas mereka masing-masing. Hal itu menjadikan keduanya semakin jatuh cinta
satu sama lain. Dan pada suatu malam, Putri memberanikan diri untuk mengirimkan
sebuah voice note lagu percintaan
yang sedang booming pada saat itu,
dan pastinya Rendy juga tau apa makna dari lagu tersebut.
Setelah mereka berdua saling memberi kode, bahwa mereka saling
mencintai satu sama lain, mereka sudah tak canggung lagi untuk berbincang di
depan umum. Setiap harinya, mereka ngobrol di emperan kelas Putri, dan mereka
pun juga sering belajar bersama. Meskipun beda jurusan, itu tidak menjadi
masalah untuk mereka berdua. Mereka tetap bisa membantu satu sama lain jika ada
yang kesulitan dalam mengerjakan tugas.
Suatu hari, saat Rendy berniat untuk menjemput Putri karena mereka
berjanji untuk belajar bersama, Rendy melihat sebuah album foto di luar tas
Putri, dan pada saat itu Putri sedang tidak ada di kelasnya. Rendy pun
penasaran dengan album itu. Dan tak terduga oleh Rendy, album itu mayoritas
berisi foto Rendy. Hal itu menjadikan Rendy semakin yakin untuk menambatkan
hatinya kepada Putri. Saat Putri datang,
tiba-tiba Rendy memegang kedua tangan Putri, dan itu membuat Putri tak
bisa bergerak dan tak mampu untuk mengucapkan sepatah kata apapun. Ia seperti
terpaku. Jantung nya berdebar begitu cepat. Dan Rendy mengucapkan sebuah
kalimat yang tak terduga oleh Putri sebelumnya...
“Put, maukah
kamu jadi pacarku? “, ucap Rendy lirih.
“Ren, apakah
aku sedang bermimpi?”, jawab Putri dengan tampang terheran-heran
“Enggak Put,
kamu enggak mimpi kok”, jawab Rendy dengan tersenyum sambil mencubit pipi kanan
Putri yang tembemnya minta ampun.
“Aww! Kok
aku di cubit sih”, ucap Putri dengan judes sambil manyun.
“Habisnya
kamu gitu sih jawabnya, aku kan serius. Kamu mau jadi pacarku nggak?” tanya
Rendy untuk kedua kalinya.
Tanpa pikir
panjang Putri pun langsung menjawab pertanyaan itu dengan tampang sok sedih,
“Aku ngga bisa Ren”.
Jawaban itu membuat wajah Rendy seketika berubah, dari wajah yang
tersenyum ceria menjadi wajah yang masam, seperti orang-orang pada umumnya saat
dilanda kekecewaan. Dan tak selang beberapa lama Putri melanjutkan perkataannya
tadi “Aku ngga bisa nolak Ren”.
Sontak, Rendy pun langsung memeluk tubuh kurus cewek berpipi
gendut itu dengan hati yang begitu bahagianya. Dan ia mengucapkan, “Put, aku
berjanji tidak akan pernah menyia-nyiakanmu. Aku sungguh menyanyangimu. Dan aku
berjanji akan menjagamu sampai maut memisahkan kita”
Karya : Mercia Widyasari
0 komentar